Kesungguhan, Ketetapan dan Cita-cita yang Tinggi
Oleh : Indah Fiqrotul Maulidiyah
Banyak orang yang masih terjebak problematika dalam menempuh ilmu baik pendidikan secara formal maupun non-formal. Masalah keuangaan, kepintaran dan titik kepintaran seseorang yang dinilai dari rangking. Orang beranggapan menempuh pedidikan tinggi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mampu membayar ataupun hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang pintar dengan menenmpuh beasiswa. Sedangkan orang-orang yang ada pada titik tengah tidak terlalu pintar maupun kaya akan lebih memilih mncari kerja. Mennempuh perguruan tingg dinilai menghabiskan waqtu dan biaya.
Pemikiran seperti ini tidak sepenuhnya salah dalam artian seseoang berhak unutk menentukan hidupnya apakah dia akan menenpuh perguruan tinggi atau tidak. Tetapi, menurut saya pendapat mengenai belajar menghabiskan waqtu itu salah. Karean sejatinya mencari ilmu tidak hanya terpaku pada bangku sekolah dan dibalik infrastruktur bangunan pendidikan saja. Melainkan setiap aoa yang ita lakukan merupakan proses pembelajaran hidup yang tidak kita sadari secara langsung. Kemudian mengenai aspek mempunyai biaya dan kepintara bisa kita dapatkan dengan berusaha dan bersungguh-sungguh dalam menggapainya.
Pernah mendengar kesungguhan mengalahkan kepintaran seseorang. Orang yang cerdas bisa dikalahkan dengan orang yang rajin? Hal ini memang tidak dapat ditunjukkan dengan data yang valid dari sebuah penelitian tetapi, bisa kita rasakan dari melihat orang-orang sekitar. Misalnya dulu ketika sekolah saya punya kakak tingkat di mts (madrasah Tsanawiyah). Dulunya kakak ini adalah orang yang tergolong tidak pintar dan biasa saja. Tapi, lambat laun dia mulai dikenal oleh teman-teman dan guru-guru karena kepintarannya.
Kepintaran yang didapatpun tidak didapatkan secara instan. Tetapi, dia terus menerus belajar. Tidak pernah lelah untuk mempelajari hal-hal baru dalam hidup. Berusaha menyukai pelajaran-pelajaran yang diajarkan guru. Dan berusaha dekat dengan orang ahli ilmu. Hal inilah bukti dari “jenius” adalah hanya 1% dari kepintaran dan sebagian yang lain adalah dari cucuran kerinagtnya atau dengan kata lain adalah usaha yang sudah dilakukan dalam mencari ilmu.
Jadi jangan terlalu fokus dengan kekurangan yang kita miliki. Dalam mendapatkan ilmu jangan fokus pada kondisi keuangan kita yang berbeda, kadar kepintaran kita ataupun skill yang kita miliki dengan orang lain. Jangan pernah membandingan diri sendiri dengan orang lain karena sejatinya setiap orang mempunyai energi yang tidak dapat disamakan dengan orang lain. kapasitas otak kita mungkin tidak sama dengan orang lain tetapi yang namanya usaha tidak akan pernah menghianati hasil.
Menilik dari ungkapan maupun penejlasan di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek yang paling penting dari belajar adalah rajin, bersungguh-sungguh, dan dilakukan secara terus-menerus. Belajar bukan hanya mengenai kepintaran seseorang, Apek-aspek yang mengahalangi dalam mencari ilmu dapat kita atasi dengan ketiga hal tersebut.
Berjuang menjadi kata kunci dalam memperoleh kesuksesan. Kesuksesan mungkin tidak dapat dinilai dari nilai yang kita dapatkan dari sekolah. Tolak ukur kesuksesan bukan hanya itu saja teapi belajar menjadi salah satu kendaraan agar kita sampai pada kata suskses.
Komentar Terbaru