“ Kasing Sayang dan Nasihat ”
Oleh : Khofifah Khoirunnisak
Dalam kitab Ta’lim Muta’allim dijelaskan bahwa orang berilmu harus menyayangi sesama. Kasih sayang yang terpelihara akan memunculkan rasa kekeluargaan yang harmonis. Dengan demikian akan tercipta kehidupan yang damai dan saling menghargai antar sesama. Orang berilmu akan senang kalau orang lain mendapat kebaikan dan tidak iri (hasad) atas pencapaian orang lain. Sifat iri itu berbahaya dan tidak ada gunanya. Sifat iri akan berpotensi menciptakan kedzaliman. Orang yang memiliki rasa iri dan dengki akan terjerumus dalam perbuatan jahat. Oleh karena itu semestinya orang berilmu menjauhi sifat iri dengki dan hasad tersebut.
Berkaitan dengan adanya rasa kasih sayang yang sering dijumpai pada guru ke murid dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat makna yang luar biasa dari interaksi tersebut. Kelembutan, ketulusan dan kasih sayang guru merupakan kunci berhasilnya proses pembelajaran. Peran guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan muridnya. Dengan do’a dan ketulusan dari guru akan menghantarkan muridnya menuju puncak kesuksesan yang gemilang. Berikut terdapat kisah yang bisa diambil hikmahnya.
Guru kami Syaikhul Islam Burhanuddin berkata, “Anaknya orang alim atau guru akan ikut menjadi alim. Karena guru itu selalu berharap agar murid-muridnya menjadi orang yang alim dalam agama.” Berkat harapan itu, serta berkat kasih sayangnya guru terhadap murid, maka anaknya bisa menjadi orang alim.
Diceritakan bahwa Shadrul Ajal Burhanul Aimmah menentukan waktu mengaji untuk dua putranya, Hassanuddin dan Tajuddin, yaitu pada waktu dhuha. Dan dia bisa mengajari anak-anaknya setelah muridnya yang lain. Kedua anak tersebut berkata, “Sesungguhnya kami tidak punya semangat mengaji pada waktu yang ditentukan ayah kami.” Kemudian ayahnya berkata, “Sesungguhnya orang-orang jenuh datang mengaji kepadaku. Mereka adalah anak-anaknya orang besar dan terpandang dari berbagai daerah. Maka aku harus mendahulukan mengajar mereka.” Berkat kasih sayang dan ketulusannya tadi, kedua putranya tersebut dapat menandingi para ahli fiqih.
Selanjutnya pada bab ini terdapat banyak nasihat yang harus diketahui oleh orang berilmu dan orang-orang yang sedang mencari ilmu, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Santri hendaknya tidak menentang atau mendebat dengan seseorang karena hal itu hanya menyia-nyiakan waktu. Perdebatan berpotensi menimbulkan kebencian dan akan mengarah pada permusuhan. Oleh karena itu hendaknya orang berilmu menghindari perdebatan tersebut, karena hal itu termasuk membuang waktu.
- Orang yang berlaku baik, akan dibalas dengan kebaikannya, dan orang yang jahat akan dibalas dengan kejahatannya. Syaikh Az-Zahid Al-A’rif Muhammad bin Abi Bakar yang terkenal dengan panggilan Imam Jawahir Zadad Al-Mufti berkata: Aku pernah dibacakan syair oleh Yusuf Al Hamdani. Syair itu berbunyi, “Biarkanlah bila ada seseorang yang berbuat jahat kepadamu, jangan kau balas atas kejahatannya. Cukuplah apa yang dia lakukan sebagai balasan kejahatannya.”
- Barangsiapa ingin menundukkan musuhnya, hendaklah mengulang-ulang syair ini. “Jika kamu ingin membunuh seseorang karena sedih hati, atau ingin membakarnya karena gelisah, maka berpaculah untuk menambah ilmu, karena orang yang iri itu akan bertambah menderita batin.” Dikatakan: Kamu harus sibuk melakukan kebaikan, dan menghindari permusuhan. Jika kebaikan sudah semakin tampak dalam dirimu, maka keganasan musuh akan tertutupi oleh kebaikanmu. Karena permusuhan hanya akan memojokkanmu dan membuang-buang waktumu. Dan kamu harus menahan diri dari permusuhan, lebih-lebih jika menghadapi orang bodoh. Nabi Isa As berkata, “Bertahanlah menghadapi ejekan orang yang bodoh sekali saja, niscaya kamu akan beruntung sepuluh kali.”
- Seorang penyair berkata, “Dari masa ke masa, aku telah meneliti manusia, maka belum pernah aku melihat mereka kecuali orang-orang penghianat dan pemurka atau pemarah. Dan aku tak pernah menghadapi masalah besar yang sukar diatasi kecuali permusuhannya orang laki-laki. Dan sudah aku rasakan seluruh kepahitan namun tidak ada yang lebih pahit kecuali meminta-minta.”
- Jangan berprasangka buruk terhadap orang mukmin, karena hal itu sumber permusuhan, dan tidak halal. Sabda Nabi SAW, “Berprasangka baiklah terhadap orang mukmin. Karena prasangka buruk itu timbul dari niat yang buruk, dan batin yang jahat.” Seperti yang dikatakan Abu Thayib lewat syair, “Jika buruk perbuatan seseorang, maka buruk pula dugaannya. Dan dugaannya itu ia anggap pasti benar. Diapun memusuhi orang-orang yang pernah ia cintai dengan melontarkan kata-kata yang dapat menyuhut permusuhan. Dan ia ragu terhadap orang yang ia cintai, apakah orang yang dia cintai itu juga cinta padanya. Dia bagaikan berada ditengah malam yang gelap sehingga selalu menyangka yang bukan-bukan.
- Aku juga pernah dibacakan syair berikut, “Menyingkirlah kamu dari perbuatan buruk, dan janganlah kamu menghendakinya. Dan orang yang telah kamu perlakukan dengan baik maka tambuhkanlah kebaikan kepadanya, walau ia jahat padamu. Karena kelak kamu akan terlindung dari tipu daya musuhmu, dan dia akan tertimpa ulahnya sendiri. Jika kamu ditipu seseorang, maka jangan kamu balas menipunya.”
Aku pernah dibacakan syair Al-Umaid Abil Fath Al Basri, “Orang yang pandai itu tidak lepas dari ulah orang bodoh yang sengaja mempersulit. Dia memang ingin menzalimi dan mempersulit orang pandai tersebut. maka hendaknya dia (orang pandai) tidak membalas kejahatannya dan memilih banyak diam.
Komentar Terbaru