Karya Tulis Santri Marhalah Tsaniyyah dalam Rangka Memperingati Hari Ibu
Sebuah Tulisan untuk Peringatan Hari Ibu
Hari Ibu merupakan hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya. Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Sejarah peringatan Hari Ibu bermula dari terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia III pada 22-27 Juli 1938. Kongres ini dilaksanakan di Bandung. Kongres tersebut diselenggarakan di sebuah gedung Dalem Jayadipuran, yang kini dijadikan Kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta. Kongres dihadiri oleh sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Tujuan diadakannya pertemuan tersebut untuk meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.
Isu yang diangkat, antara lain pendidikan bagi anak perempuan, perkawinan anak, kawin paksa, permaduan, dan perceraian secara sewenang-wenang, termasuk peran wanita yang sering kali hanya menjadi “kanca wingking”. Gerakan tersebut mendapatkan dukungan dari presiden Ir Soekarno, dan ditetapkanlah Hari Ibu Nasional pada 22 Desember.
Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Kini, hari Ibu lebih banyak dimaknai sebagai bentuk menyatakan rasa cinta dan kasih sayang kepada seorang ibu yang sudah merawat anak dan suaminya..
Lalu apa sih makna ibu itu sendiri? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ibu didefinisikan sebagai wanita yang telah melahirkan seseorang. Sedangkan dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, Ibu adalah orang tua perempuan dari seorang anak baik melalui hubungan biologis atau sosial. Seorang ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak. Panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung dari seseorang namun mengisi peranan tersebut, contoh ibu asuh atau ibu angkat. Menurut ‘Abdul Munfim Sayyid Hasan ibu adalah seorang wanita yang telah melalui proses, kehamilan, melahirkan, menyusui dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.
Selain berbagai definisi menurut kamus dan ahli ada beberapa definisi unik dari ibu yang dapat ditemukan ketika melakukan pencarian di internet. Salah satunya adalah dalam artikel dari republika yang berjudul Arti Seorang Ibu. Dalam artikel tersebut ada beberapa pemaknaan unik beragama individu terhadap seorang ibu. Diantaranya, ada yang memaknai ibu sebagai kata benda yang merupakan sebutan untuk seseorang yang memberikan waktu 24 jam sehari tanpa meminta bayaran. Ada juga yang memaknai ibu sebagai seseorang yang mencintai tanpa syarat, orang yang membangun karakter dan menyembuhkan hati yang luka, orang yang membuat dan menjaga memori indah, orang yang dicintai dengan penuh kasih dan kekaguman. Bahkan ada yang memaknai ibu sebagai kata kerja yang bermakna aktivitas mencintai, mengayomi, melindungi, mendidik, membimbing, memberi kenyamanan, memelihara, mendukung, merangkul, menghargai, menyemangati.
Seorang bijak berkata,”You educate a man; you educate a man. You educate a woman; you educate a generation.”. Yang ketika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi “Jika engkau mendidik seorang lelaki maka engkau mendidik seorang lelaki. Ketika kamu mendidik seorang perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.”. Perkataan tersebut bukanlah isapan jempol belaka, karena pada kehidupan kita, seorang ibu memiliki peranan besar dalam menentukan generasi seperti apa yang akan lagi di masa mendatang. Pada seorang ibu terdapat tanggung jawab untuk menjadi tempat pendidikan pertama bagi putra putrinya.
Dari berbagai pemaknaan diatas dapat dimengerti bahwa seorang ibu memiliki makna khas yang berdimensi sosial berorientasi masa depan dan mengandung kemuliaan serta tanggung jawab dalam mendidik anak.
Bagaimana pandangan Islam mengenai ibu? Dalam pandangan Islam, sosok ibu memperoleh kedudukan yang sangat mulia dan paling utama untuk dihormati, bahkan Rasul bersabda dalam hadisnya untuk menghormati seorang ibu sebanyak tiga kali setelah itu baru sang ayah.
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ، قُلْتُ: مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya.” (HR. Al Bukhari)
Allah SWT dalam firman-Nya menyebutkan secara langsung tentang kemuliaan seorang ibu karena tiga perannya yang tak bisa tergantikan, yakni mengandung, melahirkan dan menyusui. Sebab tiga hal inilah, ibu berhak mendapat kedudukan tiga tingkat lebih tinggi dibandingkan ayah, serta sebab hal itulah seorang anak didunia ini tidak akan pernah bisa untuk membalas semua jasa dan pengorbanan dari seorang ibu. Karena semua pengorbanan, kasih sayang, cinta kasih seorang ibu itu tidak bisa hanya dinilai dengan harta benda atau apapun di dunia ini kecuali hanya balasan dan cinta kasih dari Allahlah sendiri.
Dalam suatu riwayat diceritakan pernah ada sahabat yang menggendong ibunya untuk melakukan seluruh prosesi ibadah haji, kemudian menanyakan kepada Ibnu Umar apakah dengan melakukan hal itu sudah bisa membalas kebaikan ibu, lalu beliau mengatakan bahwa hal itu bahkan belum bisa membalas satu jeritan sakit sang ibu ketika melahirkan. Masyaallah…
Kisah tersebut mengajarkan kepada kita bahwa seorang anak tidak akan mampu untuk membalas kebaikan sang ibu, maka dari itulah sungguh tak elok kiranya jika kita bersikap durhaka kepadanya, naudzubillahi min dzalik. Sungguh murka Allah akan menimpa kita baik itu didalam dunia maupun akhirat, karena bagaimanapun juga ridho Allah tergantung pada ridho orangtua, dan murka Allah bergantung pada kemurkaan orangtua.
Sungguh benarlah jika surga itu berada dibawah telapak kaki ibu, yang berarti bahwa apabila kita hendak menggapai surga dari Allah maka kita harus merendahkan diri dan selalu berbakti kepadanya. Oleh karena itu jika kita masih mendapati kedua orangtua yang masih hidup terutama kepada ibu hendaklah kita berbuat baik, bersikap sopan, menyayangi, selalu mendoakan kebaikan serta tidak berbuat kasar kepadanya. Adapun jika salah satu dari orangtua kita sudah tiada bentuk bakti anak yaitu dengan senantiasa mendoakan kebaikan untuknya serta memohonkan ampun atas segala dosa yang pernah dilakukan kepada Allah SWT.
Komentar Terbaru